Aku menoleh ke belakang ke arah suara tersebut, kulihat Azmi tertunduk, tersungkur sambil memegang perutnya, sambil meringis kesakitan.
Di depannya berdiri seorang yang tinggi,bersiap mengokang tangannya sekali lagi ke arah Azmi.
Aku yang tadinya asyik mengobrol di depan kelas berlari ke arah Azmi yang masih terduduk pasrah, disusul teman teman yang lain, menyusulku.
“Woyy boss”, aku berteriak ke arah Anggoro, anak kelas 3 yang barusan menghajar Azmi.
Anggoro menoleh ke arahku , maju mendekatiku dengan gayanya yang tengil sambil petentang petenteng, meninggalkan Azmi yang masih meringis.
“Knapa Jon ?”
“Azmi kok mbok jotos knopo ?”
“Lho itu masalahku, kamu ga usah ikut ikutan. Masalahmu apa ?!” sambil bertolak pinggang Anggoro memelototiku, menggertakku
“Azmi temenku, kalo urusan sama dia berarti ya urusan sama aku,” Aku menegaskan
“Yowis to, di selesaikke nanti di parkiran pas pulang sekolah!” gertak Anggoro lantang.
“Sip tak tunggu !” jawabku tak kalah tegas.
Anggoro berlenggang pergi ke arah kelasnya. Aku menghampiri Azmi yang masih bangun dengan tertatih tatih.
“Makasih jon ya,” hanya kata kata itu yang keluar dari bibirnya.
“Sip sip, emang kenapa mi masalahnya?” tanyaku pada Azmi.
Lalu Azmi menceritakan perihal masalahnya dengan Anggoro, yaitu Mutiara Intan, atau biasa dipanggil Intan oleh teman temannnya. Gadis manis berhijab yang duduk di kelas 1. Intan yang baru kelas 1 mampu mencuri hati para senior senior di sekolah tersebut. Hidungnya yang mancung dan murah senyum serta body yang baru tumbuh ranum khas anak remaja sma membuat betah mata yang memandang, serta sikapnya yang supel dan ramah membuat banyak cowok cowok abg di buat kegeeran sama dia.
Anggoro, dedengkot kelas 3 yang merasa sok jagoan. Sok keren dan tengil adalah mantan pacar Intan. Dan masalahnya disini Anggoro tidak terima jika Intan di deketin sama cowok lain. Dan Anggoro tahu jika akhir akhir ini Azmi sering smsan sama Intan.
Aku secara pribadi sebenarnya sudah dari dulu tidak suka dengan gayanya Anggoro, tapi aku juga tidak mungkin nyari masalah tanpa sebab dengan dia.
Di tiap angkatan di sekolah ku, tidak ada yang namanya senioritas atau apalah, semuanya saling menghormati dan menjaga gengsi tiap angkatannya. Jadi tidak ada seorangpun yang berani mengaku ‘memegang’ sekolahku.
Azmi sendiri teman sekelasku sewaktu masuk kelas 2 ips ini, itupun hanya sebatas teman biasa, tidak terlalu akrab, karena dia lebih memilih untuk sekolah-pulang sekolah-pulang. Lain halnya denganku yang menjadikan sekolah sebagai hiburan. hahaha.
Jadi setelah tau duduk perkaranya dari Azmi, aku yakin jika Azmi tak sepenuhnya salah. Ah peduli setan mana yang benar mana yang salah. vini vidi vici . aku terlanjur menantang Anggoro.
*****
Bel sekolah sudah berdering, kulihat handphone jam 1.30 pas. Aku sudah menunggu dari jam 1 tadi, sengaja aku tidak ikut pelajaran yang terakhir, mood belajarku sudah hilang, berganti dengan semangat tawuran, gejolak khas anak muda.
Azmi yang biasanya tidak pernah bolos sekolah kali ini ikut menemaniku. Sebenarnya dia sendiri yang ingin ikut denganku ke parkiran. Mungkin karena dia sungkan melibatkanku dalam masalahnya, tapi toh bagiku memang aku sendiri yang ingin melibatkan diri, dan ini juga sudah bukan mengenai soal wanita lagi, ini urusanku dengan si Anggoro itu.
Anak anak sudah pada keluar ke parkiran. Sebenarnya ini bukan parkiran resmi dari sekolah, ini adalah rumah penjaga sekolah yang memang di buat parkiran oleh anak anak nakal, sudah turun temurun dan yang jelas entah kenapa aku ikut parkir disini, padahal sebenarnya aku anak baik.
“Jon, katanya mau ribut sama Anggoro ya?” tanya Adi dengan tengil, teman se geng Anggoro.
“Emang kenapa?” tanyaku balik.
“Ati ati wae kalo ga pengen bonyok bonyok.” Jawab Adi dengan ketus. Dan memasang senyumnya yang sinis.
Seperti ada yang merasukiku ketika Adi bicara demikian, aku yang sedari tadi duduk diatas motor, tiba tiba langsung melayangkan pukulan tepat di sudut bibirnya, dan darah segar langsung mengalir di sela bibirnya, begitu juga sekitar pipi yang langsung melebam.
“Woy woy woy,” anak anak yang sadang bersenda gurau langsung mengerubuti, memegangiku , mencoba menahan, dan memisah ‘perkelahian pembukaku’ dengan Adi.
Adi yang masih shock dengan pukulanku, hanya bisa meringis memgang pipinya, sambil berusaha menghentikan laju darahnya yang masih mengucur. Dan akhirnya Adi di bawa menjauh oleh temannya.
*****
“Hhuuuuuuffffffhhhh….” hembusan asap Djarum Super menemaniku setelah beberapa saat lalu emosiku terpancing oleh Adi, aku berusaha menenangkan diri, sembari menunggu Anggoro.
Terlihat samar samar dari jauh, pria yang sedari tadi sudah aku tunggu tunggu, tapi ada yang salah dengannya, dia berjalan ke parkiran di dampingi gadis berjilbab.
“Itu Anggoro sama Intan jon,” bisik Azmi kepadaku.
“Maksudnya apa to kok bawa Intan juga?” aku membuang rokok yang tersisa, berjalan mendekati Anggoro yang sudah beberapa meter di depanku.
“Trap… trap… trap…” suara sepatuku berderap, ketika aku berlari ke arah Anggoro yang masih terkaget melihatku, aku meloncat dan melayangkan tendanganku ke arahnya dan “buuuuuuuuggggghhhhhhh. . . .” flying kick ku, tepat bersarang di dadanya tanpa meleset satu inchi pun.
Anggoro pun langsung tumbang, terjerembab ke belakang , tanpa ba bi bu lagi aku berjalan mendekat kepadanya, Anggoro berusaha bangkit duduk, tapi sebelum duduk, kuhajar pipinya secara brutal, entah sudah berapa kali kupukul, ketika ada tangan yang memegang pundakku, Azmi menahanku dan tangisan wanita di sebelahku yang memohon untuk menyudahi perkelahian ini.
Aku berdiri, menjaga jarak dengan Anggoro. Kullirik ke sebelah, Intan hanya berdiri mematung, menangis sambil menatapku, seakan memohon.
Aku melihat Anggoro yang hanya mengaduh dan meringis, sudah tak terlihat Anggoro dengan gaya tengilnya. Hanya Anggoro yang lemah dan tak berdaya, aku yang tak tega entah kenapa malah menjulurkan tangan ke arah Anggoro membantunya untuk bangun. Dengan lemas Anggoropun menyambut tanganku.
“Heeeggghhh,” aku sedikit menahan ketika Anggoro menarik tanganku.
“Udah selesai ya? Udah clear semua kan?” tanyaku pada Anggoro, dan hanya di jawab dengan muka Anggoro yang masih meringis.
Aku yang kesal, kembali bertanya “opo arep di teruske maneh ?”.
Langsung dengan sigap Azmi yang sedari tadi berdiri di belakangku dan Intan disebelahku maju untuk menahanku.
“Bentar dulu, tak jelasin dulu,” suara wanita yang setengah berteriak di tengah emosi para lelaki, Intan.
“Aku kesini tadi sama kak Anggoro buat nyelesaiin masalah sama kak Azmi”, lanjut Intan.
“Maksutnya?” aku masih belum ngerti.
“Aku pengen ngejelasin ke semuanya kalo aku sama kak Anggoro sudah tidak ada apa apa lagi, dan aku sama kak Azmi hanya temenan biasa, kak Azmi sudah aku anggep sebagai kakakku sendiri”
“Makanya jangan asal pukul !!” kata Anggoro Nyolot sambil mendorongku mundur.
“Asssuuuuuuuu !!” umpatku sambil menendang sekenanya ke tubuh Anggoro, dan sekali lagi Anggoro terlambat menghindar, dan tendanganku mengenai perutnya.
Dan tangan kupun bergerilya ke bawah pinggulnya, mencari resleting, kubuka . dan “sreeeeeetttt,” Kupelorotkan sedikit roknya sebatas lutut.
Lalu jemariku naik merambat melalui pahanya. Dekapan Intan semakin erat, menandakan dia semakin terangsang dengan keadaan ini.
Sampai di gundukan halus celana dalamnya, aku menyusuri belahan vaginanya, dan lembab ! ku gesek gesekan jariku ke celana dalamnya tepat di belahan vaginanya, semkain ku tekan dan dia semakin gelisah, aku yang masih menciumnya mencoba meredam erangan yang tertahan dari mulutnya, sementara tanganku yang satu menyelesaikan tugasnya dengan mengeksplore bagian payudara gadis ini.
Dan its show time, aku memeloorotkan celana dalamnya, sampai kelutut, sebatas rok yang tadi kupelorotkan ,
Tanganku yang kanan mencoba meraba vaginanya, halus dan kurasakan sedikit rambut yang tumbuh.
Ciumanku turun keleher dan bersinggah di payudaranya, sementara tangan kiriku, berusaha membuka sabuk dan celanaku yang masih lengkap.
Intan memelukku seakan ingin mengatakan ‘hisap susuku lebih dalam’.
Celanaku yang sudah terlepas jatuh ke lantai, juga dengan celana dalamku.
Penisku yang sudah tegang ku elus dengan kiriku. Kagok ! Aku tidak biasa beronani dengan tangan kiri.
Melihat kekikukanku Intan mengerti,dan mencoba meraih penisku, dan hap, aku sedikit kaget, lalu Intan mulai mengelusnya pelan kemudian mengocoknya.
“Duh deeeeeekkkkk . . .” erangku menikmati perbuatan dosa ini.
Aku pun tak mau kalah, aku tidak hanya menekan dan menggosok vaginanya, tapi juga mulai mencoloknya, kami berdua sudah terbang ke langit dengan tangan masing masing pasangan.
“kriiiieeeeekkkk” pintu UKS terbuka. Dan itu cukup mengagetkan kami berdua, sehingga kami serempak melihat ke arah pintu. Tidak ada siapa siapa.
Aku dengan ragu mendekat ke arah pintu, menyembunyikan tubuhku yang setengah telanjang sambil melongok keluar jika tiba tiba ada yang mengintip atau mendekat. Dan hasilnya nihil. Sama sekali tidak ada orang.
Aku buru buru mengunci pintu UKS, Intan menatapku dengan penuh tanya, aku hanya tersenyum pertanda aman. Dan Intan membalas senyumku. Aku buru buru naik ke tempat tidur dimana Intan berbaring, aku mengambil posisi setengah berdiri di tengah paha Intan, meneruskan foreplay yang sempat terpotong.
Dan ini inti pengorbananku yang selama ini kulakukan ke Intan, ‘ga ono mulyo tanpo rekoso,’ kata orang dulu.
Aku mengarahkan penisku ke lubang vagina Intan, sengaja kuplesetkan untuk percobaan pertama, dan untuk yang kedua, kugesek gesekan dulu batang kemaluanku ke vaginanya untuk beberapa lama.
Cairan di vaginanya mulai membasahi, lebih tepatnya membanjiri.
“Pegangin dong sayang, aku ga tau” tanpa diduga dengan cekatan, Intan langsung menangkap penisku dan mengarahkannya ke dalam vaginanya
0 komentar:
Posting Komentar